kabinet ali sastroamidjoyo
Kabinet
Ali Sastroamidjojo
A. LATAR BELAKANG Indonesia mengalami babak baru dalam
sejarah nasional Indonesia. pada tahun 1950 sampai tahun 1959 di Indonesia
dikenal dengan demokrasi liberal atau demokrasi parlementer. Dimana para
kabinet bertanggungjawab kepada parlemen suatu majelis (Dewan Perwakilan
Rakyat). Pada saat itu anggotanya 232. Hal ini merupakan cerminan basis atau
kekuatan-kekuatan dari partai. Partai-partai yang dimaksud yaitu Masyumi dengan
49 kursi (21%), PNI 36 kursi (16%), PSI 17 kursi (7,3%), PKI 13 kursi (5,6%),
Partai Katolik 9 kursi (3,9%), Partai Kristen 5 kursi (2,2%), dan Murba 4 kursi
(1,7%). Dengan hasil tersebut, maka 42 kursi terbagi atas partai-partai atau
peorangan lainnya, dan dari seluruhnya tidak satu pun mendapat lebih dari 17
kursi.[1]
Pada percobaan demokrasi di
Indonesia, maka kabinet yang memimpin saat itu mengalami pergantian seperti :
Kabinet Natsir (September 1950-Maret 1953), Kabinet Sukiman (April
1951-Februari 1953), Kabinet Wilopo (April 1952- Juni 1953), Kabinet Ali
Satroamidjojo 1 (Juli 1953- Juli 1955), Kabinet Burhanudin (Agustus 1955- Maret
1956), Kabinet Ali Sastroamidjojo II (Maret 1956- Maret 1957), dan Kabinet
Djuanda (April 1957- Juli 1959).[2]
Pada proses Indonesia menuju
pemerintahan, maka setiap kabinet mempunyai cerita yang berbeda-beda setiap
masa jabatan. Kabinet Natsir adalah kabinet awal yang inti didalamnya adalah
koalisi antara Masyumi dan PSI. begitu pula dengan kabinet selanjutnya; Sukiman
yang memuat koalisi Masyumi-PNI, dimana koalisi antara kedua partai ini masih
dilanjutkan oleh kabinet yang kemudian menggantikan Kabinet Sukiman; Kabinet
Wilopo. Pada koalisi ini, maka orang PNI yang ambil peran sebagai
perdanamenteri. Hal ini menimbulkan ketidakharmonisan antara koalisi yang
sebelumnya saling bekerjasama.
Pergantian parlemen yang begitu
banyak di Indonesia selama 8 tahun dari tahun 1951-1959 disebabkan adanya mosi
tidak percaya dari partai oposisi. Pergantian parlemen ini menyebabkan
program-program yang dirancang oleh setiap partai tidak terlaksana dengan baik.
Selain itu pergantian partai ini juga disebabkan oleh banyaknya partai di
Indonesia.
B.
Pembentukan
Kabinet Ali Sastroamidjojo I
Krisis pemerintahan yang terjadi di
Indonesia menyebabkan ketidakstabilan pemerintahan. Indonesia mengalami jatuh
bangun dalam kabinet. Pada tanggal 3 Juni 1953, Perdana Menteri Wilopo
mengembalikan mandatnya kepada Presiden sebagai akibat dari Peristiwa Tanjung
Morawa. Dengan demikian kabinet dinyatakan demisioner. Kabinet Ali
Sastroamijdojo merupakan kabinet pengganti dari Kabinet Wilopo. Kabinet Ali
mengisi krisis pemerintahan di Indonesia pasca kekosongan selama 58 hari
(sepeninggalan Kabinet Wilopo).[3]
Untuk mengisi jabatan Perdana
Menteri ditunjuk Ali Sastroamidjojo yang saat itu menjabat Duta Besar Indonesia
untuk Amerika Serikat. Ali Sastroamidjojo sempat ragu, karena selama ini belum
pernah diajak bicara oleh partainya mengenai pembentukkan kabinet. Tetapi
setelah didesak oleh Ketua Umum PNI Sidik Joyosukarto, akhirnya Ali
Sastroamidjojo mau menduduki jabatan perdana menteri. Akhirnya pada tanggal 30
Juli 1953, Presiden mengumumkan pembentukan Kabinet Ali Sastroamidjojo yang
kemudian disahkan dengan Keputusan Presiden RI No. 132 Tahun 1953 tertanggal 30
Juli 1953. Pelantikan Ali Sastroamidjojo sebagai Perdana Menteri dilangsungkan
di Istana Negara pada tanggal 12 Agustus 1953.
Dalam Kabinet Ali, Masyumi merupakan
partai terbesar kedua dalam parlemen tidak turut serta, dalam hal ini NU
(Nahdatul Ulama) kemudian mengambil alih sebagai kekuatan politik baru. Selain
itu terdapat tokoh yang bersimpati kepada PKI dimasukkan dalam kabinet ini dan
Muh Yamin yang dianggap sayap kiri dijadikan sebagai Menteri Pendidikan.
Politik kebijakan yang diterapkan tersebut terlihat lebih mengutamakan mengenai
pertahanan kekuasaan serta membagi hasil hasilnya atas penguasaan.[4]
C.
Program
Kerja Kabinet Ali
Dalam menjalankan roda pemerintahan,
berikut adalah program kerja dari Kabinet Ali Sastroamidjojo I :
1. Menjaga
Keamanan
Menjaga keamanan merupakan bagian
dari program kerja Kabinet Ali I. Hal ini karena Kabinet Ali berani mengambil
alih pemerintahan setelah kabinet sebelumnya runtuh. Adanya tanggungjawab
kabinet ini yang kemudian akan dilaporkan terhadap DPR tentunya akan memuat
suatu solusi untuk meredam ketidakstabilan Negara saat itu. Pada masa kabinet sebelumnya
telah terjadi berbagai goncangan keamanan. Misalnya saja perpecahan yang
terjadi di Jawa Tengah dan Jawa Timur, perselisihan yang terjadi dikalangan
militer, Bahkan pembunuhan yang dilakukan kepolisian terhadap lima petani di
dekat Medan.[5]
Saat itu Kabinet Ali mengerahkan pasukan untuk meredam pemberontakan dari
kota kota yang penting. Adapun keadaan ini membuat stabilitas yang dijalankan
pemerintahan terganggu, selain itu juga terdapat berbagai pemberontakan di
daerah-daerah. Sehingga kabinet Ali mempunyai tugas untuk menjaga keamanan di
Indonesia.
2. Menciptakan Kemakmuran dan Kesejahteraan Rakyat.
Adanya Perang Korea antara Februari 1952-Maret
1952 memberikan dampak turunnya perekonomian Indonesia. Adanya upaya untuk
memperbaiki neraca perdagangan pada kabinet sebelum Kabinet Ali tidak berhasil.
Apalagi solusi ekonomi yang dilakukan pemerintahan sebelumnya justru berdampak
memperkeruh ketidakstabilan politik dan keamanan. Pada tahun 1952-1953 terjadi
inflasi di Indonesia. Sehingga nilai tukar rupiah turun menjadi 44,7 % dari
nilai resmi menjadi 24,6 %. Hal ini akhirnya menyebabkan eksportir diluar Pulau
Jawa yang terdiri atas orang-orang Masyumi terkena imbas dan mengalami dampak
buruk pada kegiatan ekonominya (kerugian).[6]
Dari adanya situasi ini menyebabkan penyelundupan semakin meningkat. Keadaan
ini semakin menambah kemiskinan bangsa Indonesia. Rakyat hidup dalam kelaparan
dan jauh dari kesejahteraan. Maka Kabinet Ali berupaya untuk menciptakan
kemakmuran dan kesejahteraan. Upaya yang dilakukan dengan menekan terhadap perekonomian
dan memberi dorongan kepada pengusaha pribumi.
3. Menyelenggarakan Pemilu.
Sebagai kabinet yang memimpin
pemerintahan, maka Kabinet Ali menyanggupi inti dari pemerintahan Indonesia
yang bersifat parlementer. Oleh karena itu, Kabinet Ali menyanggupi penyelenggaraan
Pemilu. Pada tanggal 31 Mei 1954 Kabinet Ali membentuk Panitia Pemilu Pusat
yang diketuai oleh Hadikusumo (PNI). Selanjutnya Pada 16 April 1955 Hadikusumo
mengumumkan bahwa pemilu akan diadakan pada tanggal 29 September 1955. Hal ini
yang membuat berbagai kampanye yang diadakan menjadi meningkat. Sedangkan
pemilu merupakan program kerja yang utama dalam kabinet ini.
4. Pembebasan Irian Barat secepatnya.
Kemerdekaan Indonesia, menuntut
kabinet ini untuk tidak menyetujui adanya RIS. Hal ini karena pemerintahan yang
ada saat itu ingin berdaulat dalam menjalankan kehidupan bernegara. Oleh karena
itu, pada tanggal Agustus 1954 Kabinet Ali memuat usul mengenai penghapusan Uni
Belanda- Indonesia dan beberapa penyesuaian atas hasil KMB, namun hal ini tidak
mencapai kemajuan. Adanya masalah pembebasan Irian yang tidak memuat hasil
membuat Kabinet Ali saat itu mengajukan masalah ini ke PBB, dan dalam bulan
yang sama pengaduan tersebut tidak diterima.[7]
5. Melaksanaan politik bebas-aktif
Adanya bipolarisasi dan politik
konstelasi dunia membuat Indonesia tidak ingin terlibat didalamnya. Apalagi
Indonesia sendiri merupakan Negara yang baru merdeka, bahkan dalam menata
negaranya, Indonesia masih belum tentu arah. Apalagi kemerdekaan Indonesia
masih belum diakui oleh Belanda. Adanya ancaman kedatangan Belanda maupun
Jepang bisa kapan saja menghampiri Indonesia. Maka dari itu pada masa Kabinet
Ali ini menetapkan Indonesia untuk menjalankan Politik Bebas-Aktif. Adapun
bebas disini terwujud dengan sifat tidak memihak Indonesia terhadap pertikaian
dunia. Misalnya pada ketegangan antara Amerika dan RRC saat itu. Sedangkan
aktif disini ditujukan pada perjuangan untuk membebaskan Irian dari Belanda.
Indonesia ingin berperan aktif dalam menyuarakan anspirasinya pada dunia. Hal
ini yang kemudian akan diwujudkan dengan pelaksanaan KAA 1955 yang
mengikutsertakan Indonesia dalam menggalang perdamaian Asia-Afro. Program ini
sangat didukung Soekarno.
6. Menyelesaikan Pertikaian politik
Pada tahun 1950-1959, keadaan
politik di Indonesia sangat tidak stabil. Perpecahan terjadi dikalangan
elite politik. Tahta, jabatan, dan kekuasaan membuat Indonesia semakin terpuruk
dalam kehidupan bernegara. Salah satu perpecahan yang ada terlihat dengan
keluarnya NU dari Masyumi, dan NU nantinya membentuk partai sendiri. Adapun hal
ini dikarenakan adanya kesenjangan dalam perebutan jabatan Menteri Agama.
Selain itu ketidakharmonisan juga terlihat dalam hubungan PNI dan PSI. adanya
aksi tuding menuding semakin gencar diarahkan satu sama lain.[8]
Tidak hanya pada dunia politii, tapi juga dikalangan militer dan sebagainya
terjadi kesenjagan yang tidak layak. Dan pada bulan Januari Hamengkubuwana IX
mengundurkan diri dari Jabatan Menteri Pertahanan. Hal ini adalah wujud dari
adanya pertikaian politik. Pada masa Kabinet Ali, masalah demikian merupakan
bagian dari kegiatan kerja kabinet.
D.
Masalah yang
Dihadapi Pada Kabinet Ali Sastroamidjojo
Dalam menjalankan pemerintahannya, Kabinet Ali
menghadapi beberapa masalah seperti :
1. Keamanan dibeberapa daerah tidak stabil,
diantaranya :
a. DI/TII Kartosuwirjo di Jawa Barat
Di Jawa Barat kegiatan Darul Islam
semakin memuncak, bahkan aktivitas yang dilakukan meningkat.[9]
Selain itu Darul Islam/Tentara Islam Indonesia di (DI/TII) ini disebut berasal
dari Jawa Barat dan kemudian menyebar ke daerah lain. Adapun pemimpinnya adalah
Kartosuwirjo.[10]
b. Daud Beureh di Aceh
Kaum muslim di Aceh mulai merasakan
politik Jakarta hidup dalam keadaan, tidak beriman, dan tidak cakap. Pada tahun
1949 Aceh menjadi Propinsi Republik yang otonom. Selanjutnya pada tahun 1950
Aceh digabungkan dengan Propinsi Sumatera Utara. Daud Beureu’eh, sebagai orang
kuat Aceh dan benteng Republik Revolusi menolak untuk menerima pekerjaan di
Jakarta dan lebih memilih untuk bermukim di Aceh dan memperhatikan
perkembangan-perkembangannya. Adapun hal ini karena adanya isi kabinet terdiri
atas tokoh-tokoh Masyumi. Pada masa Kabinet Ali. Bahkan Darul Islam berhasil
memperluas wilayahnya dengan meliputi Aceh, Jawa Barat , dan Sulawesi. Pada Mei
1953, terdapat bukti bahwa ia menjalin hubungan dengan Kartosuwirjo dari Darul
Islam. Daud merasa keberadaan Kabinet Ali bermaksud menangkapi orang-orang Aceh
yang terkemuka. Sampai tahun 1959 Daud mundur keatas bukit. Kemudian pada
tanggal 19 September 1953 Daud dan PUSA terangan-terangan melakukan
pemberontakan terhadap Jakarta. Ini mendapat dukungan orang-orang Aceh yang
menjadi pegawai dan tentara. Saat itu Daud menyatakan bahwa Aceh merupakan
bagian dari Darul Islam bukan Pemerintah Pancasila. Ketika Kabinet Ali gerakan
ini dianggap sebagai hambatan yang berpengaruh terhadap ketidakstabilan Negara.
Apalagi Hal ini merupakan tantangan bagi pemerintahan Kabinet Ali dan menjadi
penguras utama dana.[11]
c. DI/TII Kahar Muzakar di Sulawesi Selatan
Pada Januari 1952 Kahar Muzakar
menyatakan Sulawesi Selatan merupakan wilayah dari kepemimpinan Kartosuwirjo.
Namun pada akhirnya Kahar Muzakar ini berhasil ditembak oleh Tentara dari
Divisi Siliwangi.
d. DI/TII di Jawa Tengah
Pemberontakan ini dipimpin oleh Amir
Fatah dan Mahfud Abdur Rahman. Pada tahun 1954 pemberontakan ini berhasil
ditundukan oleh TNI.
e. Persoalan dalam negeri dan luar negeri misalnya
persiapan pemilihan umum yang saat itu direncanakan pada pertengahan Mei 1955
mengalami kegagalan.
f. Konflik dengan TNI-AD dalam persoalan pengangkatan
seorang kepala staf.
Ketegangan yang terjadi dilingkungan
TNI-AD sejak peristiwa 17 Oktober 1952 (Pada waktu itu Nasution mendapat skors
atau dinonaktifkan selama tiga tahun) kemudian berlanjut. (Ricklefs: 1998,
369). Adapun peristiwa disebabkan Kepala Staf TNI-AD “Bambang Sugeng”
mengajukan permohonan. Dalam hal ini keinginan tersebut disetujui oleh kabinet.
Tindak lanjut dari hal tersebut ialah pengangkatan Kolonel Bambang Utoyo oleh
Mentri Pertahanan. menurut Panglima TNI-AD hal tersebut sangat tidak
menghormati norma-norma yang ada di dalam lingkungan TNI-AD. Kabinet yang ada
saat itu dipersalahkan, bahkan dalam Upacara Pelantikan dan Serah Terima
Panglima tinggi TNI-AD tidak ada yang hadir.
Selain dari masalah diatas, hambatan
pada kabinet ini juga meliputi masalah ekonomi. Pada program kerjanya Kabinet
Ali menekankan pengindonesiasian terhadap perekonomian dan memberi dorongan
kepada pengusaha pribumi. Namun pada kenyataannya tidak demikian, karena banyak
perusahaan-perusahaan baru yang berkedok palsu bagi persetujuan antara
pendukung pemerintah dan orang-orang Cina/Perusahaan Ali Baba. Maka dari itu
Kabinet ini dikenal juga dengan Kabinet Ali Baba. Ali Baba artinya seorang
pengusaha pribumi yang mewakili pengusaha Cina yang memiliki perusahaan. Dalam
praktiknya duta besar Cina akan menekan orang-orang Cina untuk bekerja sama
dengan pribumi, tapi keadaannya tidak demikian. Sedangkan pada saat itu
Indonesia sedang mengalami krisis ekonomi, pergolakan ditanah air yang menguras
dana semakin membuat kemiskinan. Apalagi pada 1955 PSI melakukan pemogokan dan
untuknya diredam oleh SOBSI.
E. Prestasi
Yang Dicapai oleh Kabinet Ali Sastroamidjojo I
Kabinet Ali Sastroamidjojo ini tidak
mampu mencapai semua program kerjanya. Walaupun digolongkan sebagai kabinet
yang bertahan lama, tapi tidak semua hasil diperoleh secara maksimal. Akan
tetapi, kabinet ini telah berhasil memberi sumbangan bagi Indonesia, maupun
benua Asia-Afrika. Adanya peristiwa diplomari pada 18 April-24 April 1955 itu
disaksikan oleh Gedung Merdeka, Bandung. Saat itu Indonesia dengan tujuan
mempromosikan kerjasama ekonomi dan kebudayaan Asia-Afrika. Merangkul saudara
Asia-Afrika untuk melawan kolonialisme atau neokolonialisme Amerika Serikat,
Uni Soviet, atau negara imperialis lainnya. Pada April-Mei-1954 terdapat
pertemuan antara Perdana Menteri India, Pakistan, Sri Lanka, Birma, dan
Indonesia (diselenggarakan di Colombo). Sebenarnya situai politik yang tidak
stabil di Indonesia dialihkan Ali pada suatu peristiwa yang bisa dikatakan
mampu mengangkat nama Indonesia. Disana Ali mengusulkan KAA, hal ini didukung
Negara lain. Adapun KAA telah menunjukan kemenangan bagi pemerintahan Ali,
ketika itu terdapat 29 negara yang hadir (Negara-negara besar Afrika, Asia
hanya kedua Korea, Israel, Afrika Selatan, dan Mongolia luar yang tidak
diundang).
Adapun Pemimpin Asia yang hadir,
yaitu : Zhou Enlai (Cou En-Lai), Nehru, Sihanouk, Pham Va Dong, Unu,
Mohammad Ali, Nasser, dan Sukarno.[13]
Dengan adanya KAA membuat
terjalinnya hubungan antara Amerika dan RRC. Pada saat itu RRC melupakan
permusuhan dengan Negara-negara Asia yang nonkomunis, netral. Pada tahun 1953
Republik Indonesia mengirim 2 duta besarnya ke Cina. Dimana pada Desember Ali
menandatangani persetujuan perdagangan antara Cina dan Indonesia yang pertama.
Pada tahun 1955 terdapat persetujuan ganda yang mengharuskan orang-orang Cina
Indonesia untuk memilih kewarganegaran Cina atau Indonesia. (hal ini dianggap
orang-orang Cina menyulitkan karena sebelumnya tidak pernah dipermasalahkan).
Ali Sastroamidjojo sangat puas
karena dipandang sebagai pemimpin Asia-Afrika. Pelaksanaan konferensi ini
merupakan wujud perjuangan RI untuk mempromosikan hak Indonesia dalam
pertentangan dengan Belanda mengenai Irian Barat. Adapun hasil dari konfrensi
ini mendukung tuntutan Indonesia atas Irian Jaya. Dari sini kemungkinan bagi
Indonesia untuk memainkan peranan penting dunia, hal ini dijadikan Soekarno
sebagai tanggung jawabnya pribadi. Ketika itu Ali mengatakan dan meluluskan
Dasasila atau Sepuluh Prinsip Bandung, sebagai upaya untuk mengubah dominasi
dua negara adikuasa terhadap hubungan internasional pasca Perang Dunia II.
Serta menilai kembali arti penting Konferensi Bandung serta membahas perubahan
baru dalam hubungan internasional dan tantangan baru yang dihadapi dunia
mempunyai arti penting.
F.
Fenomena PKI
Pada Masa Kabinet Ali
Setelah Konfrensi Asia Afrika
Berakhir, maka persiapan pemilu, kekuatan baru sudah terbentuk. Untuk menarik
anggota, PKI serius melakukan usaha BTI (Barisan Tani Indonesia). PKI diminati
oleh rakyat karena PKI tidak tampak menganut kekerasan dan bersifat lunak.
Selain itu PKI mengatakan bahwa mereka adalah partai buruh atau partai dari
petani dan rakyat miskin, dengan bergabung dengan PKI maka kesejahteraan akan
merata. Sehingga penduduk dosa berduyun-duyun untuk menjadi anggotanya. Hal ini
yang membuat PKI memiliki basis masa yang dapat menekan kekuatan politik lain
dan mampu tampil mengesankan pada pemilu. PKI berhasil mengunguli semua partai
politik lainnya.[14]
Hal ini dibuktikan dengan :
Maret-November1954 jumlah anggota partai ini naik menjadi tiga kali lipat
(165.206-500.000). pada Akhir 1955 mencapai 1 juta. September 1953 menyatakan
mempunyai 360.000 anggota dan kemudian mencapai Sembilan kali lipa (3,3 juta)
pada akhir tahun 1955. 90% anggota di Jawa, 70% dari Jawa Tengah dan Jawa
Timur. Anggota pemuda rakyat meningkat 3 kali lipat menjadi 202.605, Juli 1954
616.605 akhir tahun 1955; 80% anggotanya adalah pemuda tani yang sebagian dari
Jawa.
Selain itu PKI juga mempunyai surat
kabar yang Oplah Surat Kabar PKI, Harian Rakyat dari 1954 beerjumlah (15.000
eksemplar) menjadi 1956 (55.000 eksemplar); surat kabar terbesar dalam afiliasi
partai. Sehingga PKI menjadi partai politik terkaya dengan penerimaan iuran
dari anggota (pungutan iuran sering kurang teratur), dari gerakan-gerakan
pemungutan dana, sumber lain. Adapun sebagian besar uang berasal dari komunitas
dagang Cina (yang memberikan dengan senang hati, atau melalui tekanan dari
Kedutaan Besar Cina). Akan tetapi PKI kemudian tenggelam, hal ini karena banyak
yang bergabung namun tiba-tiba pergi tanpa alasan. Lawan dari adalah TNI, hal
ini sangat terlihat kontras, bahkan dari persaingan politik ini kemudian hari
akan menghasilkan peristiwa tertentu.
Pada tanggal 17 Oktober 1954 PKI dan
tentara rujuk kembali. Kemudian pada Nopember 1955 diselenggarakan Konfrensi
diyogyakarta dan dihadiri 270 perwira yang kemudian menyetujui piagam persatuan
dan kesepakatan. Pada tanggal 27 Juni perwira menolak mengakui orang yang
diangkat kabinet. Dari uraian tersebut sangat terlihat bahwa PKI mendapat
tempat pada masa Kabinet Ali, hal ini bisa dilihat dari eksistensi PKI pada
ajang pemilu.
G.
Kemunduran
Kabinet Ali Sastroamijdojo I
Sama halnya dengan kabinet-kabinet
sebelumnya, kabinet ini akhirnya mengundurkan diri. Alasannya karena banyak
sekali masalah yang tidak bisa diatasi, misalnya pergolakan yang terjadi di
daerah (DI/TII), Tingkat korupsi yang memuncak, membuat perekonomian menurun
dan kepercayaan masyarakat merosot. Masalah Irian yang tidak selesai, Pemilu
yang tidak terlaksana, bahkan skandal korupsi sendiri ada di tubuh PNI.
NU tidak puas dengan kerja kabinet
(personel, ekonomi, keamanan,) dan didalamnya terdapat konflik antara NU dan
PNI. Sehingga pada tanggal 20 Juli NU mengutus menteri-menterinya untuk mundur
dari pemerintah. Hal ini diikuti oleh partai lain. Adanya kelemahan Kabinet Ali
mendorong Masyumi untuk mengajukan mosi pada bulan Desember mengenai kemunduran
(ketidak percayaan kepada kebijakan pemerintah). Sebagai imbalan atas
perlindungan PNI, PKI meredam kecaman-kecaman terhadap korupsi dan masalah
ekonomi. Adanya kesenjangan politik yang demikian menimbulkan keretakan didalam
kabinet .
Ali mengembalikan mandatnya pada
tanggal 18 Juni. Soekarno memutuskan untuk naik haji dan kemudian mengunjungi
Mesir. karena dukungan dari DPR tidak mencukupi empat hari kemudian akhirnya
Ali mengundurkan diri. Kabinet ini mengembalikan mandatnya pada tanggal 24 Juli
1955.
tambahan :
- Dua partai terkuat pada masa Demokrasi Liberal adalah PNI dan Masyumi. Kedua partai ini silih berganti memimpin kabinet. Dengan sering bergantinya kabinet menimbulkan ketidakstabilan dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan keamanan.
Komentar
Posting Komentar